Tuesday, December 25, 2012

Perkenalkan Karakter-Karakter Peregrinos Ini!

Mari kita istirahat sementara dari ulasan mengenai alam sekitar yang
kami lewati. Kami sudah melewati fase La Rioja dan memasuki daerah
Castilla y Léon. Tidak banyak yang bisa diceritakan karena
pemandangannya yang monoton dan datar. Perkenalkan teman-teman yang
membuka pintu hidupnya selama perjalanan kami. Tentu masih ada
orang-orang yang akan kami temui di kemudian hari, tapi untuk
sementara ini adalah daftar karakter-karakter hingga kami menginap di
kota Nájera, 2 kota setelah Logroño. Mengingat populernya el camino
ini, orang-orang ini datang dari berbagai berbagai macam negara yang
berbeda. Menakjubkan kalau dipikir, bahwa pada suatu masa dalam
sejarah, bangsa mereka pernah bertempur dan membunuh satu sama lain,
tapi kini tinggal dalam satu rumah.

*Lukas: adalah pilgrim pertama yang kami temui, ketika kami datang di
kantor pilgrimage di SJPdP. Pemuda 23 tahun asal Kaiserslautern,
Jerman ini berjalan dari rumahnya di Jerman dan ini adalah bulan ke
dua perjalanannya. Sudah berjalan semenjak umur 15, di pelbagai
perjalanan di dunia, dia memang tampaknya terlahir sebagai pengembara
dan oleh karena itu tidak perlu dipertanyakan lagi motif perjalanan El
Camino. Untuk menghemat biaya, dia tidak tidur di penginapan,
melainkan membawa tenda untuk dapat tidur di luar, dan seringkali
mengetuk pintu rumah orang agar dapat bermalam dan menikmati makan
malam. Oleh karena itu, ransel miliknya mengangkut beban lebih dari
20kg, dan oleh karena itu sudah pasti ranselnya terbuat dari bahan
yang terbaik. Di lengan ranselnya, teruntai rosario warna biru muda,
pemberian neneknya yang selalu menganjurkannya untuk mengunjungi
Lourdes. Perlengkapannya yang matang membuat kami lemes, mengingatkan
kami bahwa seharusnya kami lebih baik mempersiapkan diri. Pada pagi
ketika kami berangkat dari SJPdP, dia menyuruh kami untuk berjalan
terlebih dahulu, karena dia ingin memulai hari dengan berdoa di gereja
SJPdP. Itulah pertemuan terakhir kami. Kecil kemungkinannya untuk
berjumpa kembali karena pasti Lukas akan melanjutkan rutinitasnya
untuk tidak tidur di penginapan para pilgrim.

*Tante Korea/Mama Korea: Keberadaan tante ini tidak boleh diabaikan.
Badannya kecil dan senyumnya seperti anak muda. Walaupun umurnya sudah
setengah baya, tapi fisiknya kuat karena dilihat dari pakaian
kesehariannya, tampaknya dia adalah atlet sepeda atau pembalap sepeda
motor. Sporty di luar, keibuan di dalam: setiap malam maupun pagi,
beliau selalu bangun paling awal untuk memasak sup khas negaranya, dan
nasi, dalam porsi yang banyak.. mengingatkanku pada ibu-ibu Asia pada
umumnya. Kami selalu pergi bersama ke mana-mana. Pertemuan dengan
tante ini diawali ketika beliau menunjukkan layar ponselnya kepadaku,
berisi pertanyaan yang tampaknya terjemahan program translator ke
dalam bahasa Indonesia dari bahasa Korea: "Anda makan malam?"
(Sudahkah Anda makan malam?), karena keterbatasannya menggunakan
bahasa Inggris (dibaca: keterbatasan kami menggunakan bahasa Korea).
Selama perjalanan, beliau sering menyodorkan makanan bawaannya, bahkan
di Pamplona memberikan 2 bungkis mie ramen khas Korea, membuat kami
bertanya-tanya tentang muatan tas ranselnya yang tidak terlalu besar
itu. Sering kali pula aku ditawari pil vitamin C dan obat pembunuh
rasa sakit untuk menyembuhkan lututku yang cedera. Pertemuan terakhir
kami adalah perjalanan menuju ke Logroño, karena kami memutuskan untuk
tinggal sehari lebih lama untuk istirahat, dan beliau melanjutkan
perjalanan meninggalkan kami. Kami berharap agar suatu saat nanti, di
sebuah kota, akan bertemu kembali dengan Tante Korea.

*Hang-Eul: yang berarti "Satu Arah", adalah putra dari tante Korea.
Baru saja lulus dari pendidikan setara SMA, dia diterima di perguruan
tinggi yang berhubungan tulis-menulis. Mungkin di bidang jurnalistik.
Hobi menulisnya dilanjutkan dalam perjalanan El Camino, karena
setelah sampai di sebuah kota, anak ini selalu menulis di buku
tulisnya, mungkin tentang pengalaman dan refleksinya dalam perjalanan.
Selain itu, dia bercerita tentang kegiatan olah-raganya yaitu kendo,
yang menurutnya adalah anggar dari timur. Fisiknya yang prima ini lah
yang membuatnya untuk berjalan selalu paling depan, terkadang hingga 1
km di depan kami. Suatu saat, ibunya dibuat bingung karena rupanya dia
kebablasan. Untuk berbagai alasan, Hang-Eul sering disalahkaprahkan
sebagai pasangan tante Korea.

*Pasangan Spanyol dan Anjingnya: Sepasang pemuda-pemudi Spanyol, yang
menjalani El Camino ini dengan sepeda, kami temui juga saat memulai
perjalanan di SJPdP. Tidak banyak yang kami ketahui tentang kedua
orang ini selain anjing besarnya yang setia menunggu di luar albergue,
yang berlari girang mengitari kami di pagi hari.

*Reinholt: Orang Jerman paling riang yang pernah kutemui. Kami bertemu
dengannya di Puente la Reina, di penginapan di sebelah pastoran. Dia
membawa buku kecil berisi lagu-lagu berbahasa Jerman. Sebelum makan
malam bersama, dan setelah makan malam, kami bernyanyi bersama, dari
lagu-lagu natal hingga lagu-lagu kebangsaan. Seperti orang Jerman pada
umumnya, bir dan anggur adalah menu setiap malam, dan sudah pasti dia
akan mengajak kami semua untuk minum. Dengan pipinya yang merah,
giginya yang putih rata, dan tawanya yang membahana, sosok Reinhholt
adalah sosok Opa idaman. Hanya saja, dia mengajak semua orang
berbicara dalam bahasa ibunya. Dengan Tante Korea berbahasa Jerman,
dengan orang di jalan berbahasa Jerman, dan hanya Els, Mikhail dan
Flan yang mampu meladeninya. Dalam perjalanannya, dia selalu paling
siang, berhenti di bar untuk minum, tapi selalu saja dia mendahului
kami... berlalu dengan siulan khasnya dan tongkat pilgrimnya yang
dipinggul di atas bahunya. Mungkin rahasianya adalah efisiensi Jerman.
Atau kenyataan bahwa dia pernah aktif militer untuk NATO, yang
ditempatkan di pulau Sardinia, Italia. Reinhold selalu istirahat tiap
Hari Minggu karena itu adala Hari Tuhan.

*Els: Wanita Belgia ini datang bersama Reinholt, yang kami temui di
Puente la Reina. Alasan menjalani Camino ini adalah untuk menemui jati
dirinya, dan wanita ini tidak menetapkan target untuk menyelesaikan
Camino. Dia memulai Camino-nya dari kota besar Bilbao.

*Flan (dan Hana): Flan adalah pria idaman. Orang Perancis ini fasih
berbahasa Jerman (sehingga mampu meladeni Reinholt), Inggris, Spanyol,
Arab, mungkin Jepang (karena selalu ditemani oleh Hana), dan bersedia
belajar berbahasa Indonesia. Kata-kata Indonesia pertamanya adalah:
bawang, dia gila, ayo, selamat makan, dan ngomong-ngomong. Dua tahun
yang lalu, dia telah menyelesaikan Camino pertamanya. Kali ini, dia
mengajak Hana, wanita Jepang yang mungil, karena Hana adalah teman
lama yang sering berkelana bersamanya. Flan dan Hana menghargai budaya
dunia, memahami berbagai macam anggur dan dari mana minuman terbaik di
Eropa, dan memiliki filosofi Camino slow walk: di mana tiap minggu
harus sempat istirahat minimal satu kali, dan menikmati kota sekitar.
Hana adalah teman Flan yang selalu mengikutinya pergi, pandai
menggambar, dan seperti wanita Jepang umumny ayang kecil, pekerja
keras, dan pandai memasak onigiri.

*Blanca: Dalam bahasa Spanyol, Blanca berarti putih. Tapi tidak begitu
halnya dengan sesuatu yang paling mencolok dari ibu ini: rambutnya
yang merah terang. Penjaga (hospitalera) albergue di Logroño ini
adalah salah satu yang tersantai yang kami temui (sebelum kami menemui
Paolo di Najera). Dia bersifat liberal (fleksibel) dalam hal
kebersihan. Ketika di albergue biasanya kami tidak diperbolehkan
menjemur pakaian di pemanas ruangan, dia malah menganjurkan
sebaliknya. Setelah memasak, kami malah disuruh meninggalkan alat
masak di atas meja, karena dia akan membersihkan keesokan harinya.
Mantap kali.

*Paolo: dari namanya, sudah dapat ditebak bahwa pria ini berasal dari
Italia. Hospitalero albergue di Nájera yang mengingatkanku pada sosok
Robin Williams ini memiliki selera humor khas Italia, mampu berbahasa
Spanyol dan Inggris, dan aktif membaur dengan para peregrinos. Setelah
perjalanan sejauh 30 km antara Logroño menuju Nájera hari itu, dan
suasana kota yang suram dan dingin, kami disambut dengan
keramah-tamahan Paolo, yang memberi angin segar. Mengetahui bahwa kami
adalah pilgrims Indonesia pertama yang dia temui, diberinyalah kami
hadiah ¨I will give you a gift¨, katanya, berupa pin dengan lambang
st. James cross. Usut punya usut, beliau juga hobi mengembara, dengan
perjalanan terakhirnya adalah ke daerah atap dunia Tibet, menemui
orang-orang yang terkenal dengan senyumnya itu.

*Mikhail: orang Jerman ini adalah legenda. Ini adalah Camino-nya yang
ke 9! Perawakannya mengingatkanku pada sinterklas, atau Papa Noél!
Badannya yang besar, dan janggot lebat putih, dan perilakunya yang
lemah lembut susah untuk memisahkannya dari ikon natal itu. Walaupun
badannya yang besar itu, ransel yang dia miliki tidaklah besar, karena
menurut pengalamannya, dia hanya perlu membawa beban 3kg. Dia juga
senang berhenti di bar untuk kopi susu, dan dapat berjalan rata-rata
lebih dari 30 km per hari.

*Julio si Penyanyi Tenor: Kedatangan dan kepergiannya menimbulkan
tanda tanya di albergue di Najéra. Bapak ini mengaku berumur 85 tahun,
dan berkali-kali dia menegaskan itu ke semua orang, dalam bahasa
Spanyol. Paolo berkata dia sering datang mengunjungi tempat itu,
karena di albergue ini dia menemukan kehangatan, tidak seperti di kota
Najéra yang cenderung kejam dan sepi. Dia menciptakan sebuah lagu, dan
dengan senang kami semua mendengarkannya. Beberapa lagu ciptaannya dia
nyanyikan di hadapan kami, mulai dari lagu mengenai kemenangan Spanyol
di kancah Piala Dunia dan Piala Eropa, doa-doa untuk pilgrims, dan
lagu tentang tanah Spanyol. Semua lagu itu memiliki nada yang sama,
hanya saja liriknya yang berbeda.

No comments:

Post a Comment