Monday, December 17, 2012

Kota Terjanji Pamplona!

Setelah menurunii bukit dan tiba di Zubiri, kami menginap di Albergue
yang dikelola pilgrim belanda. Saat itu kami mempunyai keluhan pada
pundak yang disebabkan kualitas ransel yang di bawah standar. Oleh
karena itu, kami memutuskan untuk berinvestasi 2 ransel baru yang
lebih kuat. Namun, orang belanda tadi berkata bahwa "You can only find
that in Pamplona."
Jadi, kami harus memikul tas yang salah sejauh lebih dari 20 km
keeseokan harinya. Kami harus menahan beban dunia di pundak kami.
Namun, kami belom menemukan tanda-tanda perkotaan sampai di Arre, saat
itu sudah jam 4 sore. Kami duduk di jembatan untuk istirahat, dan
warga lokal baru bangun dari tidur siangnya. Seorang ibu yang tampak
segar dan wangu menyapa kami. Dari penampilannya, dia menggambarkan
tipikal warga kota di Spanyol. Suasana kala itu hangat dan
menyegarkan, kami melewati kota kecil Arre yang merupakan gerbang
menuju Pamplona seperti menemukan harapan baru, karena ini adalah kota
besar pertama yang kami temui, berdirilah dinding benteng raksasa di
depan, di atas bukit melindungi kota terjanji Pamplona. Kami harus
mendaki untuk terakhir kalinya hari itu sebelum melalui pintu gerbang
dan terlihatlah kota indah Pamplona yang beralaskan batu hitam. Di
antara tapas bar dan pertokoan kami menemukan albergue yang tampaknya
merupakan bekas bangunan gereja tua, disulap menjadi penginapan para
pilgrim modern, lengkap dengan stasiun internet, dapur, mesin cuci,
vending machines, hingga kursi pijat elektrik! Segera kami ke pusat
kota dengan bus publik, ke toko olahraga membeli 2 tas terbaik yang
ada, sepasang sepatu baru untuk Karlina, tas pinggang, dan sekaleng
deodorant sepatu. Selain itu, di luar kemungkinan biasa, kami berjumpa
dengan Maria. Maria adalah penduduk Pamplona yang dikirim untuk
membantu saudara saudari kita di Aceh ketika bencana tsunami 2006
melanda. Ternyata bahasa Indonesianya sudah lancar mungkin sekarang
dia sedang membaca blog ini karena dalam pertemuan yang singkat itu
kami sempat bertukaran kontak. Sebenarnya tidak banyak yang dapat
diceritakan dari kota Pamplona selain festival San Fermin yang
terkenal itu dimana selusin banteng dilepas di jalan kota berlari
mengejar para partisipan yang berseragam putih dan scarf merah
(dipopulerkan oleh Ernest Hemingway yang kerap mengunjungi kota ini).
Kalau malam, kota ini menawarkan berbagai tapas bar dengan keunggulan
masing-masing. Orang sering loncat dari bar ke bar. Namun malam itu
kami makan mie instant dan nasi pemberian sesama kami, seorang ibu
Korea yang baik hati. Dia dan anaknya sudah bersama kami semenjak dari
SJPdP. Oleh karena itu kami senang sekali dengan kota ini. Ditambah
lagi dengan penduduknya yang sangat ramah dan membantu, memberi kami
petunjuk jalan dan berkali kali menyapa "¡Buen Camino!" Mengikuti
jejak Ernest Hemingway, boleh lah kuingin kembali ke kota terjanji
ini.

No comments:

Post a Comment