Fase 2 perjalanan kami, fase Navarre, diwarnai dengan alam perbukitan
yang menggulung-gulung bagai ombak laut, angin kencang (kami menemukan
sebuah kompleks kincir angin di puncak sebuah bukit), terkadang rintik
hujan, dan melewati perkebunan anggur. Jalan-jalannya penuh lumpur,
dan melengket di sol sepatu. Kalau tidak segera dibersihkan, kotoran
ini akan menggumpal dan menumpuk semakin banyak, memberatkan langkah
kami. Kusebut ini "lumpur-lumpur dosa" yang akan terus menumpuk kalau
tidak dibersihkan. Dan terkadang butuh bantuan sesama untuk
membersihkannya. Perbukitan yang banyak jumlahnya juga tidak
mempermudahkan perjalanan kali ini, membuat kami gusar "kenapa mesti
turun kalau nanti akan menanjak lagi?" Fase kedua ini diawali di kota
Pamplona, yang kebetulan merupakan ibukota regio Navarre, dan kami
menikmati perubahan pemandangan. Hilang sudah gunung-gunung bersalju,
pohon-pohon chestnut
, peternakan lokal, dan daun-daun di lantai hutan (di mana aku biasa
mengambil chestnut dari tanah dan memakannya mentah-mentah). Hilang
sudah pemandangan itu, diganti dengan angsuran kota-kota, dengan
rumah-rumah khas Navarre yang besar-besar. Berkat kunjungan para
peziarah selama ratusan tahun dan perindustrian, ekonomi di kota-kota
yang kami lewati tampak sedang bergairah. Terkadang kami berjalan di
atas jalan raya, terkadang mendampingi jalan raya, kadang pula melalui
terowongan-terowongan di bawah jalan raya, yang dilalui mobil-mobil
modern dan truk muatan komoditi. Di dalam terowongan ini, kami
menyaksikan perjuangan rakyat separatis Basque yang ingin memerdekakan
diri dari negara Spanyol, terekam dalam grafiti di dinding-dinding
terowongan. Tertulis di dalam lorong bawah tanah, memberi arti literal
"underground movement".
Catatan: fase Navarre dimulai dari Pamplona, lanjut ke Puente la
Reina, Estella, dan Los Arcos. Ada kota-kota kecil di antara yang
kusebutkan di atas, tapi di keempat kota itulah kami bermalam.
SEmangat Bung Max, Ce Karlina!
ReplyDelete