Saturday, December 29, 2012

Menemukan Puisi Tersembunyi!

Dua malam yang lalu kami sampai di desa El Burgo Ranero. Albergue yang
kami tempati terdiri dari 2 lantai. Lantai atas adalah kamar-kamar
untuk bunk-beds. Lantai bawah adalah ruang dapur, kamar mandi-wc,
kamar makan dengan meja panjangnya, lemari berisi kumpulan buku-buku
koleksi empunya albergue, dan ruang bersama di mana terletaklah tungku
api. Tungku api ini adalah satu-satunya pemanas di rumah itu. Tidak
ada pemanas di lantai 2, sehingga sudah pasti kalau malam kami harus
dibangunkan dengan udara minus 3 derajat di tengah lelap. Akhirnya,
untuk menghangatkan sementara, kami berkumpul di bawah di depan
kobaran api kayu bakar yang ditumpuk dalam tungku. Kalau tidak ada
bahan yang dibicarakan, masih banyak yang bisa dilakukan dalam ruang
itu. Misalnya, membaca informasi-informasi yang berhubungan dengan El
Camino Santiago, seperti jarak El Burgo Ranero ke kota-kota tujuan
lain. Kebetulan di sebuah sudut tersembunyi, aku menemukan puisi
cantik, yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris, Spanyol, Jerman, dan
Perancis. Puisi pendek ini menggambarkan dengan tepat perjalanan kami
yang panjang ini.

The Way of Saint James
is dust and mud, sun and rain,
trod by pilgrims in their thousands
for more than a thousand years.

Pilgrim, whose voice is calling you?
What hidden force leads you on?
Not the stars of the Milky Way,
nor the lure of great cathedrals.

It's not the wild heart of Navarre,
nor the rich Riojan wines,
nor the shellfish of Galicia,
nor the broad Castilian fields.

Pilgrim, whose voice is calling you?
What hidden force leads you on?
Not the people on your way,
nor the customs of the land.

Not the history or the culture.
Not the cock of La Calzada,
nor the palace of Gaudí,
nor the castle of Ponferrada.

All this I see with pleasure
and, having seen, pass by.
But for me the voice that calls
comes, I feel, from deep inside.

The force that drives me on
I can never explain or show.
The force that draws me to it
only the One above can know.
-Eugenio Garibay-

Tuesday, December 25, 2012

Gambar-Gambar!

Berikut adalah link untuk gambar-gambar dalam perjalanan dari Lourdes
hingga Carrión de los Condes:
https://picasaweb.google.com/100351980033181699059/ElCaminoDeSantiago?authuser=0&feat=directlink

Perkenalkan Karakter-Karakter Peregrinos Ini!

Mari kita istirahat sementara dari ulasan mengenai alam sekitar yang
kami lewati. Kami sudah melewati fase La Rioja dan memasuki daerah
Castilla y Léon. Tidak banyak yang bisa diceritakan karena
pemandangannya yang monoton dan datar. Perkenalkan teman-teman yang
membuka pintu hidupnya selama perjalanan kami. Tentu masih ada
orang-orang yang akan kami temui di kemudian hari, tapi untuk
sementara ini adalah daftar karakter-karakter hingga kami menginap di
kota Nájera, 2 kota setelah Logroño. Mengingat populernya el camino
ini, orang-orang ini datang dari berbagai berbagai macam negara yang
berbeda. Menakjubkan kalau dipikir, bahwa pada suatu masa dalam
sejarah, bangsa mereka pernah bertempur dan membunuh satu sama lain,
tapi kini tinggal dalam satu rumah.

*Lukas: adalah pilgrim pertama yang kami temui, ketika kami datang di
kantor pilgrimage di SJPdP. Pemuda 23 tahun asal Kaiserslautern,
Jerman ini berjalan dari rumahnya di Jerman dan ini adalah bulan ke
dua perjalanannya. Sudah berjalan semenjak umur 15, di pelbagai
perjalanan di dunia, dia memang tampaknya terlahir sebagai pengembara
dan oleh karena itu tidak perlu dipertanyakan lagi motif perjalanan El
Camino. Untuk menghemat biaya, dia tidak tidur di penginapan,
melainkan membawa tenda untuk dapat tidur di luar, dan seringkali
mengetuk pintu rumah orang agar dapat bermalam dan menikmati makan
malam. Oleh karena itu, ransel miliknya mengangkut beban lebih dari
20kg, dan oleh karena itu sudah pasti ranselnya terbuat dari bahan
yang terbaik. Di lengan ranselnya, teruntai rosario warna biru muda,
pemberian neneknya yang selalu menganjurkannya untuk mengunjungi
Lourdes. Perlengkapannya yang matang membuat kami lemes, mengingatkan
kami bahwa seharusnya kami lebih baik mempersiapkan diri. Pada pagi
ketika kami berangkat dari SJPdP, dia menyuruh kami untuk berjalan
terlebih dahulu, karena dia ingin memulai hari dengan berdoa di gereja
SJPdP. Itulah pertemuan terakhir kami. Kecil kemungkinannya untuk
berjumpa kembali karena pasti Lukas akan melanjutkan rutinitasnya
untuk tidak tidur di penginapan para pilgrim.

*Tante Korea/Mama Korea: Keberadaan tante ini tidak boleh diabaikan.
Badannya kecil dan senyumnya seperti anak muda. Walaupun umurnya sudah
setengah baya, tapi fisiknya kuat karena dilihat dari pakaian
kesehariannya, tampaknya dia adalah atlet sepeda atau pembalap sepeda
motor. Sporty di luar, keibuan di dalam: setiap malam maupun pagi,
beliau selalu bangun paling awal untuk memasak sup khas negaranya, dan
nasi, dalam porsi yang banyak.. mengingatkanku pada ibu-ibu Asia pada
umumnya. Kami selalu pergi bersama ke mana-mana. Pertemuan dengan
tante ini diawali ketika beliau menunjukkan layar ponselnya kepadaku,
berisi pertanyaan yang tampaknya terjemahan program translator ke
dalam bahasa Indonesia dari bahasa Korea: "Anda makan malam?"
(Sudahkah Anda makan malam?), karena keterbatasannya menggunakan
bahasa Inggris (dibaca: keterbatasan kami menggunakan bahasa Korea).
Selama perjalanan, beliau sering menyodorkan makanan bawaannya, bahkan
di Pamplona memberikan 2 bungkis mie ramen khas Korea, membuat kami
bertanya-tanya tentang muatan tas ranselnya yang tidak terlalu besar
itu. Sering kali pula aku ditawari pil vitamin C dan obat pembunuh
rasa sakit untuk menyembuhkan lututku yang cedera. Pertemuan terakhir
kami adalah perjalanan menuju ke Logroño, karena kami memutuskan untuk
tinggal sehari lebih lama untuk istirahat, dan beliau melanjutkan
perjalanan meninggalkan kami. Kami berharap agar suatu saat nanti, di
sebuah kota, akan bertemu kembali dengan Tante Korea.

*Hang-Eul: yang berarti "Satu Arah", adalah putra dari tante Korea.
Baru saja lulus dari pendidikan setara SMA, dia diterima di perguruan
tinggi yang berhubungan tulis-menulis. Mungkin di bidang jurnalistik.
Hobi menulisnya dilanjutkan dalam perjalanan El Camino, karena
setelah sampai di sebuah kota, anak ini selalu menulis di buku
tulisnya, mungkin tentang pengalaman dan refleksinya dalam perjalanan.
Selain itu, dia bercerita tentang kegiatan olah-raganya yaitu kendo,
yang menurutnya adalah anggar dari timur. Fisiknya yang prima ini lah
yang membuatnya untuk berjalan selalu paling depan, terkadang hingga 1
km di depan kami. Suatu saat, ibunya dibuat bingung karena rupanya dia
kebablasan. Untuk berbagai alasan, Hang-Eul sering disalahkaprahkan
sebagai pasangan tante Korea.

*Pasangan Spanyol dan Anjingnya: Sepasang pemuda-pemudi Spanyol, yang
menjalani El Camino ini dengan sepeda, kami temui juga saat memulai
perjalanan di SJPdP. Tidak banyak yang kami ketahui tentang kedua
orang ini selain anjing besarnya yang setia menunggu di luar albergue,
yang berlari girang mengitari kami di pagi hari.

*Reinholt: Orang Jerman paling riang yang pernah kutemui. Kami bertemu
dengannya di Puente la Reina, di penginapan di sebelah pastoran. Dia
membawa buku kecil berisi lagu-lagu berbahasa Jerman. Sebelum makan
malam bersama, dan setelah makan malam, kami bernyanyi bersama, dari
lagu-lagu natal hingga lagu-lagu kebangsaan. Seperti orang Jerman pada
umumnya, bir dan anggur adalah menu setiap malam, dan sudah pasti dia
akan mengajak kami semua untuk minum. Dengan pipinya yang merah,
giginya yang putih rata, dan tawanya yang membahana, sosok Reinhholt
adalah sosok Opa idaman. Hanya saja, dia mengajak semua orang
berbicara dalam bahasa ibunya. Dengan Tante Korea berbahasa Jerman,
dengan orang di jalan berbahasa Jerman, dan hanya Els, Mikhail dan
Flan yang mampu meladeninya. Dalam perjalanannya, dia selalu paling
siang, berhenti di bar untuk minum, tapi selalu saja dia mendahului
kami... berlalu dengan siulan khasnya dan tongkat pilgrimnya yang
dipinggul di atas bahunya. Mungkin rahasianya adalah efisiensi Jerman.
Atau kenyataan bahwa dia pernah aktif militer untuk NATO, yang
ditempatkan di pulau Sardinia, Italia. Reinhold selalu istirahat tiap
Hari Minggu karena itu adala Hari Tuhan.

*Els: Wanita Belgia ini datang bersama Reinholt, yang kami temui di
Puente la Reina. Alasan menjalani Camino ini adalah untuk menemui jati
dirinya, dan wanita ini tidak menetapkan target untuk menyelesaikan
Camino. Dia memulai Camino-nya dari kota besar Bilbao.

*Flan (dan Hana): Flan adalah pria idaman. Orang Perancis ini fasih
berbahasa Jerman (sehingga mampu meladeni Reinholt), Inggris, Spanyol,
Arab, mungkin Jepang (karena selalu ditemani oleh Hana), dan bersedia
belajar berbahasa Indonesia. Kata-kata Indonesia pertamanya adalah:
bawang, dia gila, ayo, selamat makan, dan ngomong-ngomong. Dua tahun
yang lalu, dia telah menyelesaikan Camino pertamanya. Kali ini, dia
mengajak Hana, wanita Jepang yang mungil, karena Hana adalah teman
lama yang sering berkelana bersamanya. Flan dan Hana menghargai budaya
dunia, memahami berbagai macam anggur dan dari mana minuman terbaik di
Eropa, dan memiliki filosofi Camino slow walk: di mana tiap minggu
harus sempat istirahat minimal satu kali, dan menikmati kota sekitar.
Hana adalah teman Flan yang selalu mengikutinya pergi, pandai
menggambar, dan seperti wanita Jepang umumny ayang kecil, pekerja
keras, dan pandai memasak onigiri.

*Blanca: Dalam bahasa Spanyol, Blanca berarti putih. Tapi tidak begitu
halnya dengan sesuatu yang paling mencolok dari ibu ini: rambutnya
yang merah terang. Penjaga (hospitalera) albergue di Logroño ini
adalah salah satu yang tersantai yang kami temui (sebelum kami menemui
Paolo di Najera). Dia bersifat liberal (fleksibel) dalam hal
kebersihan. Ketika di albergue biasanya kami tidak diperbolehkan
menjemur pakaian di pemanas ruangan, dia malah menganjurkan
sebaliknya. Setelah memasak, kami malah disuruh meninggalkan alat
masak di atas meja, karena dia akan membersihkan keesokan harinya.
Mantap kali.

*Paolo: dari namanya, sudah dapat ditebak bahwa pria ini berasal dari
Italia. Hospitalero albergue di Nájera yang mengingatkanku pada sosok
Robin Williams ini memiliki selera humor khas Italia, mampu berbahasa
Spanyol dan Inggris, dan aktif membaur dengan para peregrinos. Setelah
perjalanan sejauh 30 km antara Logroño menuju Nájera hari itu, dan
suasana kota yang suram dan dingin, kami disambut dengan
keramah-tamahan Paolo, yang memberi angin segar. Mengetahui bahwa kami
adalah pilgrims Indonesia pertama yang dia temui, diberinyalah kami
hadiah ¨I will give you a gift¨, katanya, berupa pin dengan lambang
st. James cross. Usut punya usut, beliau juga hobi mengembara, dengan
perjalanan terakhirnya adalah ke daerah atap dunia Tibet, menemui
orang-orang yang terkenal dengan senyumnya itu.

*Mikhail: orang Jerman ini adalah legenda. Ini adalah Camino-nya yang
ke 9! Perawakannya mengingatkanku pada sinterklas, atau Papa Noél!
Badannya yang besar, dan janggot lebat putih, dan perilakunya yang
lemah lembut susah untuk memisahkannya dari ikon natal itu. Walaupun
badannya yang besar itu, ransel yang dia miliki tidaklah besar, karena
menurut pengalamannya, dia hanya perlu membawa beban 3kg. Dia juga
senang berhenti di bar untuk kopi susu, dan dapat berjalan rata-rata
lebih dari 30 km per hari.

*Julio si Penyanyi Tenor: Kedatangan dan kepergiannya menimbulkan
tanda tanya di albergue di Najéra. Bapak ini mengaku berumur 85 tahun,
dan berkali-kali dia menegaskan itu ke semua orang, dalam bahasa
Spanyol. Paolo berkata dia sering datang mengunjungi tempat itu,
karena di albergue ini dia menemukan kehangatan, tidak seperti di kota
Najéra yang cenderung kejam dan sepi. Dia menciptakan sebuah lagu, dan
dengan senang kami semua mendengarkannya. Beberapa lagu ciptaannya dia
nyanyikan di hadapan kami, mulai dari lagu mengenai kemenangan Spanyol
di kancah Piala Dunia dan Piala Eropa, doa-doa untuk pilgrims, dan
lagu tentang tanah Spanyol. Semua lagu itu memiliki nada yang sama,
hanya saja liriknya yang berbeda.

Monday, December 17, 2012

Kota Terjanji Pamplona!

Setelah menurunii bukit dan tiba di Zubiri, kami menginap di Albergue
yang dikelola pilgrim belanda. Saat itu kami mempunyai keluhan pada
pundak yang disebabkan kualitas ransel yang di bawah standar. Oleh
karena itu, kami memutuskan untuk berinvestasi 2 ransel baru yang
lebih kuat. Namun, orang belanda tadi berkata bahwa "You can only find
that in Pamplona."
Jadi, kami harus memikul tas yang salah sejauh lebih dari 20 km
keeseokan harinya. Kami harus menahan beban dunia di pundak kami.
Namun, kami belom menemukan tanda-tanda perkotaan sampai di Arre, saat
itu sudah jam 4 sore. Kami duduk di jembatan untuk istirahat, dan
warga lokal baru bangun dari tidur siangnya. Seorang ibu yang tampak
segar dan wangu menyapa kami. Dari penampilannya, dia menggambarkan
tipikal warga kota di Spanyol. Suasana kala itu hangat dan
menyegarkan, kami melewati kota kecil Arre yang merupakan gerbang
menuju Pamplona seperti menemukan harapan baru, karena ini adalah kota
besar pertama yang kami temui, berdirilah dinding benteng raksasa di
depan, di atas bukit melindungi kota terjanji Pamplona. Kami harus
mendaki untuk terakhir kalinya hari itu sebelum melalui pintu gerbang
dan terlihatlah kota indah Pamplona yang beralaskan batu hitam. Di
antara tapas bar dan pertokoan kami menemukan albergue yang tampaknya
merupakan bekas bangunan gereja tua, disulap menjadi penginapan para
pilgrim modern, lengkap dengan stasiun internet, dapur, mesin cuci,
vending machines, hingga kursi pijat elektrik! Segera kami ke pusat
kota dengan bus publik, ke toko olahraga membeli 2 tas terbaik yang
ada, sepasang sepatu baru untuk Karlina, tas pinggang, dan sekaleng
deodorant sepatu. Selain itu, di luar kemungkinan biasa, kami berjumpa
dengan Maria. Maria adalah penduduk Pamplona yang dikirim untuk
membantu saudara saudari kita di Aceh ketika bencana tsunami 2006
melanda. Ternyata bahasa Indonesianya sudah lancar mungkin sekarang
dia sedang membaca blog ini karena dalam pertemuan yang singkat itu
kami sempat bertukaran kontak. Sebenarnya tidak banyak yang dapat
diceritakan dari kota Pamplona selain festival San Fermin yang
terkenal itu dimana selusin banteng dilepas di jalan kota berlari
mengejar para partisipan yang berseragam putih dan scarf merah
(dipopulerkan oleh Ernest Hemingway yang kerap mengunjungi kota ini).
Kalau malam, kota ini menawarkan berbagai tapas bar dengan keunggulan
masing-masing. Orang sering loncat dari bar ke bar. Namun malam itu
kami makan mie instant dan nasi pemberian sesama kami, seorang ibu
Korea yang baik hati. Dia dan anaknya sudah bersama kami semenjak dari
SJPdP. Oleh karena itu kami senang sekali dengan kota ini. Ditambah
lagi dengan penduduknya yang sangat ramah dan membantu, memberi kami
petunjuk jalan dan berkali kali menyapa "¡Buen Camino!" Mengikuti
jejak Ernest Hemingway, boleh lah kuingin kembali ke kota terjanji
ini.

Sunday, December 16, 2012

Fase 2 (Navarre): Mengikis Beban Dosa di Perbukitan Berangin!

Fase 2 perjalanan kami, fase Navarre, diwarnai dengan alam perbukitan
yang menggulung-gulung bagai ombak laut, angin kencang (kami menemukan
sebuah kompleks kincir angin di puncak sebuah bukit), terkadang rintik
hujan, dan melewati perkebunan anggur. Jalan-jalannya penuh lumpur,
dan melengket di sol sepatu. Kalau tidak segera dibersihkan, kotoran
ini akan menggumpal dan menumpuk semakin banyak, memberatkan langkah
kami. Kusebut ini "lumpur-lumpur dosa" yang akan terus menumpuk kalau
tidak dibersihkan. Dan terkadang butuh bantuan sesama untuk
membersihkannya. Perbukitan yang banyak jumlahnya juga tidak
mempermudahkan perjalanan kali ini, membuat kami gusar "kenapa mesti
turun kalau nanti akan menanjak lagi?" Fase kedua ini diawali di kota
Pamplona, yang kebetulan merupakan ibukota regio Navarre, dan kami
menikmati perubahan pemandangan. Hilang sudah gunung-gunung bersalju,
pohon-pohon chestnut
, peternakan lokal, dan daun-daun di lantai hutan (di mana aku biasa
mengambil chestnut dari tanah dan memakannya mentah-mentah). Hilang
sudah pemandangan itu, diganti dengan angsuran kota-kota, dengan
rumah-rumah khas Navarre yang besar-besar. Berkat kunjungan para
peziarah selama ratusan tahun dan perindustrian, ekonomi di kota-kota
yang kami lewati tampak sedang bergairah. Terkadang kami berjalan di
atas jalan raya, terkadang mendampingi jalan raya, kadang pula melalui
terowongan-terowongan di bawah jalan raya, yang dilalui mobil-mobil
modern dan truk muatan komoditi. Di dalam terowongan ini, kami
menyaksikan perjuangan rakyat separatis Basque yang ingin memerdekakan
diri dari negara Spanyol, terekam dalam grafiti di dinding-dinding
terowongan. Tertulis di dalam lorong bawah tanah, memberi arti literal
"underground movement".

Catatan: fase Navarre dimulai dari Pamplona, lanjut ke Puente la
Reina, Estella, dan Los Arcos. Ada kota-kota kecil di antara yang
kusebutkan di atas, tapi di keempat kota itulah kami bermalam.

Fase 1 (Lower Navarre): Menjadi Manusia Jeep!

"The best seasons in which to undertake the pilgrimage are without
doubt spring and autumn... Winter is only for the hardy. Although
ideal for those and physically strong, winter's journey entails
crossing the Pyrénées at the toughest time.." Begitu tulis buku
panduan yang selama ini kubawa dalam ransel 10kg- ku. Kami menghindari
teriknya matahari di musim panas yang mampu menyebabkan dehidrasi dan
lepuhan-lepuhan, tapi ternyata kami cukup gila untuk mendaki
pegunungan Pyrénees yang terjal dan kesulitan intens, dalam keadaan
jalan berlumpur, becek, diselimuti salju dan es yang licin. Mendaki
tanpa beban saja sudah sulit, apalagi harus membawa ransel berat yang
ditopang pundak kami. Perjalanan mendaki sangatlah lambat, seperti
mobil 2x4 wheel drive (bukan 4x4) mendaki mendaki Menara Eiffel, yang
berarti hampir tidak mungkin. Fase pertama dari lima fase El Camino
ini, Lower Navarre (empat lainnya adalah Navarre, La Rioja, Castilla y
León, dan Galicia), terkenal sebagai fase yang tersulit selama
perjalanan, terutama jika harus bertarung melawan jalan bersalju dan
es. Jika perjalanan menanjak dapat menghancurkan otot paha kami, maka
perjalanan menurun tidak kalah ngerinya, karena kami harus
memaksimalkan otot betis dan menumpu seluruh beban badan + ransel pada
lutut kami. Namun, perjalanan sulit ini dikonsolidasi oleh pemandangan
indah khas Pyrénees, yang sebagian dapat dilihat dalam gambar-gambar
(kamera blackberry tak mampu merekam secara utuh menakjubkannya alam
sekitar kami: tapi mata ini, telinga ini, telah menangkapnya dan
disimpan dalam penghayatan kami... Oh indahnya). Kami melewati kabut
tebal dan -karena ketinggiannya- awan-awan. Menghirup udara di daerah
seperti ini, aku merasa meminum air, namun langsung ke paru-paru. Ini
bukanlah hal yang menggembirakan, karena sejarahku dengan paru-paru
basah. Tapi untuk kemenangan Santo Yakobus, untuk kekuatan abadi, dan
untuk orang-orang yang kudoakan, dan yang mendoakanku, aku akan
menyelesaikan perjalanan ini...bersama Karlina.

Catatan: fase 1 adalah perjalanan yang meliputi Saint Jean Pied de
Port, Roncesvalles, Zubiri, dan Pamplona.

Friday, December 14, 2012

Tiga Halangan Menuju Saint Jean Pied de Port!

Saint-Jean-Pied-de-Port, disingkat SJPdP, adalah penginapan pertama
sebelum memulai perjalanan ini. Terletak di selatan Perancis, kota ini
secara historis merupakan tempat berkumpul orang Perancis yang hendak
memulai El Camino. Untuk mencapai kota ini tidaklah mulus, kami
menemui 3 hambatan. Pertama, terjadi kesalahan pada mesin pencetak
tiket kereta api, sehingga kami harus membeli tiket baru antara
Lourdes ke SJPdP. Kedua, setelah mendapatkan tiket baru, ternyata kami
telat datang di stasiun keberangkatan Lourdes, sehingga kami harus
menunda sehari keberangkatannya. Ketiga, ketika kami sudah mampu
berangkat ke SJPdP dari Lourdes, kereta api hanya mengantar sampai
kota Bayonne, karena tanah longsor di antara Bayonne dan SJPdP tidak
memungkinkan untuk perjalanan kereta api dengan selamat. Namun, ketiga
hambatan ini memiliki berkat di balik batu. Keterlambatan kami
memungkinkan kami untuk kembali menemui Bunda Maria ketika langit
masih terang, dan mendapatkan kesempatan langka untuk dibasuh di kolam
penyembuhan. Lagipula, tiket dapat ditukar untuk kereta hari
berikutnya hanya menambah sedikit euro. Kerusakan mesin tiket memberi
kami kesempatan interaksi dengan petugas ramah di SJPdP, yang dengan
senang hati membantu mengembalikan uang yang menjadi hak milik kami.
Keramahan seperti ini akan banyak dijumpai dalam perjalanan, dan kami
akan sangat membutuhkan pertolongan orang-orang lokal. Tentang kereta
api yang tidak beroperasi antara Bayonne dan SJPdP, ternyata kereta
api memberi layanan pengganti berupa bus, yang memungkinkan kami untuk
menyusuri jalan-jalan melalui kota-kota di antara pegunungan Pyrénées,
menyaksikan pertama kalinya panorama mencengangkan campuran pegunungan
kuning (karena pohon-pohon mulai meranggas) dan latar belakang
gunung-gunung bersalju. Pemandangan ini menciptakan getaran hati "aku
sungguh orang asing di tempat ini. Aku akan memotong gunung-gunung ini
untuk mencapai Spanyol. Ternyata gambar-gambar di permainan puzzle itu
sungguh ada. Terima kasih Tuhan, dan temanilah kami dalam keasingan
ini".

Roncesvalles: Misa di Gunung Es!

Ketika kutulis laporan kali ini, kami sebenarnya sedang berada di
Pamplona, di sebuah gedung yang tampaknya adalah bekas gereja, di kota
yang terkenal dengan festival San Fermin itu; dan akan lebih
diperjelas lagi pada tulisan mengenai Pamplona. Yang ingin kubagi
adalah pemberhentian pertama di Roncesvalles, sebuah kota kecil di
atas gunung yang diselimuti salju putih yang tebal. Perjalanan menuju
ke puncak ini sungguhlah gila, dan orang bilang perjalanan dari Saint
Jean Pied de Port (perjalanan pertama) adalah yang paling menguras
tenaga. Di puncak gunung, di Roncesvalles ini, aku sampai pada saat
matahari hendak terbenam. Tampaknya ini adalah semacam tempat liburan,
seperti ski resort bagi penduduk lokal. Dengan latar belakang gunung
berwarna oranye, salju, dan gereja, tempat kecil ini hanya muncul
dalam alam mimpi. Semua bangunan terliput dalam jangkauan pandangan
mata. Di kota ini, di hari pertama perjalanan kami, kami sudah
meninggalkan Perancis dan memasuki Spanyol. Oleh karena itu di
satu-satunya bar di sini, aku memesan secangkir kopi dan roti isi
dengan mempraktekkan pertama kalinya bahasa Spanyol yang selama ini
kupelajari. Lalu dilanjut dengan misa, tentu karena ini hari Minggu,
di gereja dengan dipimpin oleh 4 pastor. Umatnya? Cuma ada 9 termasuk
aku. Tapi ke-4 pastor ini memberi doa dan berkat untuk keselamatan
para peziarah, membuat kami merasa didukung. Untuk hari-hari
berikutnya, dukungan ini semakin nyata dengan perjumpaan kami dengan
penduduk lokal yang menyapa "¡Buen Camino!"

Saturday, December 8, 2012

150 Salam Maria di Lourdes!

a Perawan Suci dan Santa Bernadette dalam kondisi kota yang sangat
berbeda. Musim dingin Bulan Desmber, di luar Bulan Maria, dan kejadian
banjir besar beberapa minggu lalu di Lourdes, membuat kota ini mati
seperti ditinggalkan. Tidak ada peziarah, hanya beberapa penginapan
yang buka, dan tempat makan yang tutup di mana-mana. Matahari terbenam
dan langit sudaah gekap dari jam stengah 5 sore, lampu-lampu yang
menyinari katedral megah di atas gua Maria dipadamkan untuk menghemat
listrik, dan yang kami temui adalah para penduduk lokal saja. Selain
berdoa rosario untuk ketiga kalinya di Lourdes, aku mendapat
kesempatan istimewa untuk dibasuh di kolam penyembuhan, sungguh
istimewa karena sebelum-sebelumnya kami tidak pernah sempat dibasuh
dalam kolam ini. Kali ini, aku memohon terutama keselamatan
perjalanan, yang kata orang-orang, tidak mudah untuk dilakukan.

Melenggang di Disneyland Paris!

Mumpung di Paris, boleh lah sekaligus mampir ke Disneyland. Ini
permintaan khusus Karlina. Ini yang bisa dilakukan untuk
menghadiahinya karena mau ikut El Camino. Jadi ini berenang-renang
dahulu berakit-rakit kemudian. Tapi memang Disneyland mampu
membangkitkan sifat anak-anak dalam tiap pendatangnya. Tidak hanya
Karlina, tapi aku juga. Dengan karakter-karakter kartun dan
kerlap-kerlip lampu di setiap ornamen yang detil. Dengan lagu-lagu
ceria, dan khususnya bertemakan natal dan peringatan ulang tahun ke 20
Disney, membentuk kombinasi keindahan yang hanya mampu diciptakan oleh
imajinasi anak-anak. Pertama yang kucari ketika memasuki gerbang emas
Disney Paris adalah wahana-wahana yang menguji nyali dan ketahanan
perut. Waktu itu adalah musim sepi, hari rabu, dan kami datang
pagi-pagi untuk menghindari pendatang yang ramai. Dan memang kami
melenggang dari wahana ke wahana tanpa antrian yang menghambat,
berhasil menaiki lebih dari 10 wahana dan atraksi dalam sehari. Ada
kalanya jantungku dipacu dengan roller-coaster yang menukik tajam,
atau perut yang dikacaukan karena dijatuhkan dengan tiba-tiba dari
ketinggian. Arus adrenalin yang deras dalam nadiku membuatku mengatasi
ketakutan yang selama ini menghantui masa kecilku. Ketakutan akan
ketinggian. Dan juga mengakhiri rasa penasaranku bertahun-tahun
mengendarai roller coaster kelas dunia. Sepinya pengunjung sangat
membmbantu kami dalam mengatur waktu secara efisien. Dunia impian ini
seperti diciptakan khusus untk kami. Kami sedang menjalani impian.
Impian visioner dari Walt Disney yang jelas diterjemahkan dalam tiap
detail dalam taman bermain ini. "Untuk apa menjadi presiden kalau bisa
menjadi Raja Disneyworld?", katanya.

Friday, December 7, 2012

Wangi Itu di Paris!

Limabelas tahun yang lalu foto seperti ini diambil waktu papi dan mami ke Paris, dan aku masih kelas 6 SD. Millenium berganti, kini kami punya kesempatan untuk mereproduksi foto yang dibuat orangtua dulu kala. Tidak disangka kami sudah berpacu melawan waktu, melewatinya, dan membayangkan apa rasanya menjadi papi dan mami kala itu yang terpesona dengan kota ini. Orang bilang kota Paris adalah kota busana, memang betul kalau di musim panas; kota cahaya dan kembang-kembang, mungkin lebih tepat bila musim semi telah tiba; kota kuliner dan romantis, pasti lebih terasa apabila dikelilingi daun-daun berguguran dan hujan di tengah malam. Namun, di tengah bulan Desember, musim dingin seperti ini, kami dapat keistimewaan untuk menyusuri jalan paling terkenal di dunia, Champs de Elysée, sungai Seine, mengagumi menara Eiffel, dan tentu mencicipi croissants, macarrons (banyak!), dan baguette. Ya kami bertindak penuh sebagai turis. Benar memang beberapa makanan yang kami temukan memang seenak yang diulas majalah kuliner kelas dunia, tapi busana yang Parisiens kenakan tidak sewarna-warni majalah ELLE atau VOGUE, mungkin karena ini adalah musim dingin. Namun, aku mencium berbagai aroma parfum bunga di mana-mana, tiap karakter diwakili oleh aroma bunga yang unik, beda dengan penduduk Roma yang lebih memilih menggunakan parfum sitrus atau aroma mediterania. Kota Paris memang menjadi obyek cinta Karlina karena lengkapnya butik dan galeri, dan permainan cahaya di bangunan-bangunan egaliter. Tapi bagiku, aku masih terngiang-ngiang dengan wangi-wangi orang yang lewat di atas stiletto..dan lembutnya macarron. -Max-

Tuesday, December 4, 2012

Hari keberangkatan!

Hari ini kami sudah berangkat, tujuan pertama adalah Paris, Kota Cahaya. Sementara di Amsterdam, cahaya yang ada adalah pantulan sinar di butir-butir salju yang baru hari ini turun di depan rumah. Karlina sudah siap dengan topi eskimo, rupanya. Perjalanan ke Paris dengan bus selama 7 jam, via Bruxelles, Belgia, membuatku merenung: apakah kami siap dengan perjalanan ini? Terimakasih untuk orang tua, teman-teman, keluarga, dan penghuni rumah Meernhof 108 karena telah memberi kami semangat dan doa. Post berikutnya: laporan dari Paris!

Sunday, November 25, 2012

Misa Spanyol!

Minggu ini misanya berbahasa Spanyol di Amsterdam Centraal. Homilinya Bahasa Spanyol, Bapa Kaminya Bahasa Spanyol, umat-umatnya Spanyol dan Amerika Latin, Lagu-lagunya Spanyol, termasuk iringan gitar spanyol dan tepukan tangan ritmis yang bernuansa fiesta. Biar terbiasa dengan misa-misa dalam perjalanan.
---

Saturday, November 24, 2012

Dia Sudah Datang!

Di gerbang 1 bandara udara Schiphol, Amsterdam. Di mana ini dia, 1 jam kutunggu tidak muncul-muncul juga. Pesawat dari London diundur kedatangannya selama 15 menit, menurut informasi. Orang-orang lain sudah menemukan yang dijemputnya, aku menunggu giliranku. Dia yang paling cantik muncul juga akhirnya, dengan koper-koper beratnya yang membuatnya tambah cantik. Inilah dia Karlina, yang akan kugandeng dalam perjalanan.
---

Tuesday, November 6, 2012

Dukungan Papi!

Sebagai orangtua dan pelindung yang baik, berita mengenai rencana anaknya berjalan sejauh 800km selalu menjadi pikiran Papi. Dukungan yang ditunjukkan lewat pesan seperti ini adalah yang paling kubutuhkan sebelum berangkat.

Monday, October 29, 2012

Anggaran!

Selain El Camino Santiago, juga ingin pergi ke beberapa tempat di Perancis, Portugal, dan daerah Andalusia. Perencanaan anggarannya saja butuh waktu lebih dari seminggu. Ini baru anggaran akomodasi dan transportasi. Paris dan Lucerne memakan biaya terbanyak.

Monday, October 22, 2012

Paulo Coelho!

Paulo Coelho adalah orang yang menemukan jalan hidupnya sebagai penulis setelah menjalani camino de santiago de compostela. Mengikuti langkah Paulo Coelho, kudapat bukunya di toko buku Waterstone, London.
Sent using BlackBerry® from Orange

Friday, October 19, 2012

Camino Frances!

Ini adalah peta Camino Frances. Dinamakan begitu karena telah berabad-abad banyak orang Perancis yang melewati jalan ini. Jalur ini lah yang kami ambil, 800km jauhnya. Menurut panduan, hari-hari pertama adalah yang terberat karena melewati daerah pegunungan Pyrenees, hingga di Roncevaux. Tapi akan menjadi pemandangan terindah.

Thursday, October 18, 2012

Induksi Bahasa!

Terjemahannya adalah "Si pria makan sebuah telur". Frasa yang kegunaannya dalam perjalanan masih misteri. Belajar bahasa Spanyol dengan program Rosetta Stone. Hargai budaya setempat dengan menggunakan bahasa masyarakat setempat.

Wednesday, October 17, 2012

Catatan 1!

Inilah dia. Permulaannya. Sudah dibeli buku panduan di toko American Book Corner. Blog juga sudah disiapkan. Makin dekat dengan hari H.
---